Peran Orang Tua dalam Perkembangan Anaknya

Ayah dan ibu wajib memegang peran yang penting dan menentukan dalam proses perkembangan anaknya. Setelah lahir seorang bayi, pasangan suami-istri otomatis akan bertambah perannya dengan menjadi orang tua baru.

Mereka harus mempersiapkan segala sesuatunya sebagai sebuah keluarga. Mereka harus mendominasi pada proses pengembangan pribadi bagi si anak.

Salah satunya dengan membuat kondisi keluarga yang menyenangkan dan menimbulkan rasa nyaman bagi seluruh anggota keluarga, terutama anak.

Mengingat hebatnya pengaruh perlakuan orang tua pada anak khususnya pada usia balita, maka segala tindakan kita dalam mengasuh dan membimbing anak harus terkontrol.

Lingkungan tempat tinggal anak menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Karena, rumah tempat anak berada bisa menjadi kekuatan untuk tumbuh kembangnya.

Rumah adalah kekuatan yang paling berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kepribadian-kepribadian dicetak dan tujuan serta pandangan hidup dibentuk.

Anak belajar tentang semua pendidikan dari orang tuanya di rumah. Jadi, suasana rumah harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menjamin timbulnya perasaan aman.

Betapa pentingnya pendidikan. Karena, pendidikan bisa menentukan bagaimana anak bersikap kelak: apakah nanti anak akan menjadi anak yang taat, patuh, penuh sopan santun, dan juga hormat terhadap orang tua nya.

Atau sebaliknya: apakah anak akan menjadi orang yang malas dan tidak pandai menghargai orang lain. Hubungan antara pendidikan, terutama pendidikan agama dan kepribadian anak sangat erat.

Tak heran, jika pendidikan dianggap sebagai penentu hari depan seseorang. Pendidikan, sikap, dan perlakuan orang tua terhadap anak dan juga sikap ayah dan ibu satu sama lain akan berpengaruh pada kehidupan anak nantinya.

Dari pengalaman baik dan buruk yang terbentuk sejak kecil lewat kebiasaan dan pandangan-pandangan hidup itulah kepribadian anak terbentuk.

Jadi, pendidikan yang dimaksud bukanlah pendidikan yang disengaja dan tanpa tujuan. Akan tetapi, pendidikan yang ada hubungannya dengan kepribadian anak, suasana rumah tangga, keadaan jiwa ayah dan ibu, serta sikap jiwa anak-anak yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

Anak bisa menangkap hal apa yang dirasakan orang tuanya sehingga akan tercermin dalam tindakan mereka.

Makanya, orang tua perlu memberikan teladan sebagai metode pendidikan yang paling membekas kepada anak.

Orang tua harus mengerahkan segala kemampuan dan perhatiannya supaya dapat melaksanakan tugasnya sehingga akan diperoleh hasil yang diharapkan.

Peran Keluarga

A. Peran Seorang Ibu

Seorang wanita akan merasa harga diri dan kedewasaannya semakin kokoh dan mantap tatkala dipercaya menjadi seorang ibu. Ia menjadi sangat bangga setelah melahirkan anaknya ke dunia.

Hatinya dipenuhi rasa syukur karena dianugerahkan kesempurnaan hidup oleh Tuhan, diberi kesempatan memiliki generasi penerus keluarga. Ia merasa menjadi wanita yang matang dengan kebahagiaan dan tantangan yang akan dilewatinya.

Anak yang lahir ke dunia itu tidak cukup lahir saja, tetapi juga harus diberikan perhatian yang tulus agar bisa mengantarnya menjadi manusia dewasa yang baik.

Sejak hamil, peran ibu untuk kebaikan anaknya tak terkatakan lagi. Ia memberikan asuhan dan pendidikan sejak sang anak masih dalam kandungan. Ibu berusaha memenuhi kebutuhan nutrisi untuk kesehatan bayinya.

Ia juga berusaha menenangkan perasaan atau emosinya agar tidak berpengaruh negatif terhadap bayinya.

Karena menurut penelitian, bayi yang ada dalam kandungan sudah bisa mendengar bahkan bisa juga merasakan suasana hati ibunya.

Artinya, kondisi psikis yang dialami ibu bisa berpengaruh pada perkembangan janin yang dikandungnya.

Hal itu menjadikan ikatan emosional antara ibu dan anak menjadi lebih besar dibanding dengan ayahnya.

Setelah bayi lahir, ibu pun segera memberikan ASI sebagai stimulan mental yang baik. Pada ASI pertama terdapat zat kolostrum yang sangat berguna bagi kesehatan si bayi dan juga secara langsung akan menstimulasi indra peraba dan perasa.

Kemudian dilanjut kan dengan menyusuinya selama dua tahun. Lalu mendidik anak sehingga bisa mengurus dirinya sendiri dan mampu membedakan yang baik dan buruk.

Itulah kemampuan minimal yang harus dilakukan seorang ibu terhadap anaknya. Selanjutnya ia akan bergumul dengan tugas pendidikan anaknya.

Mulai dari menyiapkan dan memperhatikan kebutuhan anak, memberikan pengertian kepada anak tentang kasih sayang dalam keluarga, membantu masalah anak jika anak memintanya, memberi contoh yang baik, mengajarkan sopan santun, membiasakan tindakan yang baik, dan masih banyak lagi.

Peran seorang ibu dalam keluarga amatlah mulia. Ia berperan besar dalam kebahagiaan rumah tangga.

Bahkan terkadang ia dijadikan ukuran kesuksesan sebuah keluarga. Jika seorang ibu adalah wanita yang baik, maka dipastikan kondisi keluarganya pun akan baik.

Sebaliknya, jika seorang ibu mempunyai temperamen yang buruk, maka hancurlah keluarga itu. Itulah keistimewaan seorang ibu.

Ia juga punya beberapa keutamaan dibanding ayah. Keutamaan itu di antaranya mempunyai sifat yang lebih sabar dibanding ayah dalam hal mendidik anak.

Selain itu ibu memiliki insting alami yang tidak dimiliki oleh seorang ayah. Ibu juga lebih mengetahui karakter dan moral anak lebih dari yang diketahui seorang ayah.

Begitu luar biasanya seorang ibu; sehingga dikatakan tanpa kasih sayang ibu, maka seorang anak tidak mungkin survive di dunia ini.

Karena keutamaan itulah, sebaiknya pada saat anak lahir, sang ibu sudah menyiapkan diri sebagai “guru” bagi anaknya.

Karena ibu adalah sekolah pertama untuk anaknya. Dan, pendidikan itu sendiri harus dimulai pada usia dini. Maka sepatutnyalah, ibu harus menyediakan waktu, perhatian, dan pendidikan untuk anaknya.

Jangan lupa bahwa anak mempunyai “masa emas” yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Pendidikan pada masa itu mempunyai kontribusi besar terhadap pengembangan kualitas sumber daya anak di masa depan nya.

Misalnya usia 0—6 tahun adalah usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kecerdasannya.

Hal tersebut adalah masa terpenting bagi pengembangan inteligensi permanen pada diri anak. Pada masa itu anak mempunyai kemampuan tinggi untuk menyerap informasi.

Seorang ibu hendaknya bisa memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan baik.

Menjadikan rumah sebagai tempat belajar, menjaga keharmonisan hubungan antara ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Ibu juga harus memberikan teladan yang baik sehingga potensi anak bisa diberdayakan secara maksimal. Selain itu, perkembangan mental, intelektual dan spiritualnya juga harus diberdayakan secara maksimal.

Seorang ibu hendaknya menyiapkan dirinya sebagai “guru” pertama bagi anaknya. karena usia 0—4 tahun membutuhkan rangsangan melalui kegiatan belajar dan bermain.

Menurut penelitian, anak-anak yang jarang diajak bermain atau jarang disentuh, maka sekitar 20— 30 % perkembangan otaknya lebih kecil dari ukuran normalnya pada usia itu.

Masa itu adalah dunia bermain bagi anak, jadi di usia itujangan sampai orang tua keliru dengan mengajari anak pengetahuan sistematis seperti membaca, menulis atau matematika.

Pendidikan pertama bagi seorang anak itu adalah di rumah dengan orang tua sebagai gurunya. Kemudian masa 4—6 tahun anak akan bergabung dalam Kelompok Bermain (Play Group) juga beraktivitas di bangku Taman Kanak-kanak.

Masa-masa dari 0—6 tahun ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak, seperti kesehatan, nutrisi, pendidikan, kesejahteraan, dan spiritual. Seorang anak dalam perkembangannya menuju dewasa dan mandiri membutuhkan 5 (lima) tipe seorang ibu, diantaranya adalah:

1. Ibu yang penuh pengabdian yang mencurahkan perhatian, tenaga, pikiran, waktu, dan kasih sayangnya untuk anak.
2. Ibu yang membiarkan anaknya mengambil inisiatif, risiko sendiri, demi perkembangan anaknya.
3. Ibu yang mau melepaskan ambisinya untuk membentuk anak menurut cita-citanya sendiri.
4. Ibu yang bijaksana menghadapi anak remajanya.
5. Ibu yang menghormati anaknya yang telah dewasa.

Dalam keseharian, ibu ideal itu mempunyai sikap positif yang bisa mengembangkan kemampuan seorang anak. Misalnya, ibu mampu membuat anaknya mandiri dan tidak manja.

Ibu juga lebih mengutamakan kepentingan anaknya dibandingkan pekerjaannya. Jika seorang anak membutuhkan perhatian, maka ibu akan menomorduakan pekerjaannya.

Ibu ideal pun dituntut untuk bisa mengerti keinginan anak. Ia tidak memperturutkan keinginannya sendiri.

Ia memberi kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan atau bakatnya yang sesuai hasrat anak.

Ibu juga tidak suka membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya, sekalipun yang dilakukan dengan tujuannya baik.

Dan yang terakhir, ibu ideal itu adalah wanita yang taat beribadah. Karena, tipe ibu seperti ini bisa menghasilkan tata cara berpikir yang baik dan bermoral kepada anaknya.

Peranan seorang ibu memang sangat penting karena akan berpengaruh besar pada perkembangan anaknya.

Sebagian besar sikap dan perilaku anak akan berkembang sesuai dengan perlakuan dan bimbingan ibunya.

Perlakuan yang salah dari orang tua bisa berakibat fatal bagi perkembangan jiwa anak di kemudian hari. Rendah diri, phobia, cemas, mudah marah, nakal, bisa jadi itu akibat perlakuan yang tidak sesuai dari orang tua.

Sebagai indikator apakah kita sudah menjadi ibu yang baik atau belum, bisa ditelusuri lewat pandangan anak setelah ia berusia cukup besar dan bisa mengidentifikasi peran seorang ibu yang ideal dari kacamatanya.

Pengertian ideal yaitu peran ibu yang sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau yang diharapkan. Penilaian ibu berdasarkan; karakter yang ada pada ibunya sendiri, pada ibu teman-temannya, dan pada ibu yang terdapat pada fiksi. Ibu ideal di mata anak haruslah memiliki beberapa ciri dan sikap dasar yang diinginkan seorang anak. Berikut beberapa ciri ideal seorang ibu agar mendekati kategori ideal:

Pertama adalah mulia. Dalam pandangan anak ibu itu harus penuh cinta kasih, lemah lembut, penyabar, dan terlihat mulia. Penghargaan anak yang polos akan berkurang jika mendapati ibunya ada di bawah tingkatan itu.

Kedua adalah berkepribadian menarik. Semua anak senang jika mempunyai ibu yang berpenampilan menarik. Ibu yang dapat memelihara kesehatannya sehingga berpenampilan ideal menurut anak. Entah itu wajah yang cerah, mengenakan pakaian yang serasi, dan lain sebagainya.

Ketiga, anak-anak mendambakan seorang ibu yang penuh pengertian. Ketika menghadapi masalah, anak ingin dibantu dan diberi bimbingan oleh orang yang paling dekat dengannya. Dan orang itu adalah ibunya. Tetapi jika ibunya tidak mau mengerti apa yang anak rasakan, maka cinta anak pun akan semakin berkurang.

Keempat adalah adil dan jujur. Anak tidak peduli ibunya keras sekalipun asalkan dia bisa bertindak adil dan jujur. Anak paling tidak menyukai tipe ibu yang suka pilih kasih.

Kelima adalah anak membutuhkan figur ibu yang bisa toleransi pada kesalahannya. Jika anak tidak bisa memenuhi harapan orang tuanya, misalnya nilai di sekolahnya jelek, maka anak berharap ibunya toleran dan tidak menaruh dendam. Anak akan lebih gairah membetulkan kesalahannya jika ibu mau bertoleransi dan memberikan bimbingan yang bijaksana.

Keenam adalah ibu yang periang. Ibu yang periang selalu bisa memberi kehangatan emosional pada anak-anaknya. Jika ibunya bersedih, anak akan bisa dengan cepat merasakannya.

Ketujuh adalah mempunyai ibu yang populer. Anak akan merasa bangga jika ibunya dihormati, disenangi, dan diinginkan di antara teman-temannya.

Kedelapan adalah ibu yang ringan tangan. Ia siap menolong kapan pun jika dibutuhkan. Sifat ringan tangan ini sangat penting bagi perkembangan jiwa anak di kemudian hari.

Kesembilan adalah pintar. Pernah dengar seorang anak mengatakan, “Ibuku pintar lho membuat kue.” Hal ini sebuah ungkapan bahwa ibunya berarti bagi dirinya dan ia ingin ibunya juga berarti bagi orang lain.

Kesepuluh adalah selalu berguna. Sebenarnya anak menginginkan ketika ia pulang beraktivitas, mereka mendapati ibunya sudah berada di rumah.

Peran Orang Tua

B. Peran Seorang Ayah

Saat ini adalah zaman globalisasi. Suatu masa yang berbeda dengan zaman dahulu. Penyerbuan nilai budaya, moral, arus modal investasi, dan ekonomi adalah hal-hal yang harus dihadapi dan disikapi dengan bijak pada zaman globalisasi ini.

Kehidupan modern telah merambah di semua lini kehidupan. Nilai-nilai telah bergeser jauh dari sebelumnya. Teknologi semakin maju dengan cepat.

Kebutuhan manusia pun semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Tawaran kesenangan hidup semakin banyak dihadirkan; aneka jenis hiburan berada di mana-mana, berbagai jenis makanan dan minuman disuguhkan.

Kecenderungan perubahan zaman yang terjadi akan memberikan dampak positif dan negatif. Semua ini berpengaruh langsung terhadap kehidupan keluarga.

Peran keluarga berubah, berkembang menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Ibu tidak lagi hanya mengurus masalah rumah tangga.

Ayah juga harus ikut berbagi peran yang lebih dalam pendidikan keluarga. Hubungan suami istri pun menjadi cukup rawan.

Sementara anak punya kesibukan yang berjubel juga selain kegiatan sekolah, anak pun padat dengan berbagai jadwal les sehingga beban anak pun menjadi berat dan banyak.

Pelajaran sekolah semakin sulit dan persaingan antar sekolah pun terjadi. Di rumah sang anak tidak ada seorang anggota keluarga pun yang menceritakan dongeng-dongeng yang mengandung nilai-nilai kebaikan. Pastinya, akan sangat sulit menciptakan kesejahteraan keluarga.

Untuk itulah orang tua harus berbagi peran dalam pengasuhan anaknya. Karena, tugas ayah dan ibu sekarang menjadi hampir sama.

Kedua-duanya bisa mencari nafkah. Indikasinya, kedua-duanya pun harus melibatkan diri dalam mempersiapkan masa depan anaknya dengan baik. Orang tua, baik ayah atau ibu harus berperan aktif dalam pengasuhan anak.

Kalau zaman dahulu ada pemikiran yang tertancap dalam masyarakat bahwa ayah itu sebagai pencari nafkah dan ibu adalah pengasuh anak, sehingga ayah adalah simbol fungsi publik dan ibu sebagai simbol fungsi domestik.

Secara fisik ayah harus tampil keras dan macho. Sedangkan, ibu harus tampil feminin, lemah lembut, dan penuh kasih sayang.

Selain itu, juga beredar mitos kalau anak perempuan harus dekat dengan ibunya. Sebaliknya, anak laki-laki harus dekat dengan ayahnya.

Rasanya mitos itu tidak bisa diperlakukan untuk zaman sekarang. Setiap anak, entah laki-laki atau perempuan memerlukan ayah dan ibunya sekaligus menjadi tokoh panutan yang bisa mereka tiru dan banggakan.

Dalam hal ini, ayah adalah simbol maskulin tempat anak belajar peran jenis. Jika seorang anak kehilangan figur ayah sejak kecil, terutama anak laki-laki, maka dalam perkembangan kepribadiannya, ia akan sulit memainkan peran jenisnya secara utuh.

Ia akan condong meniru figur ibu sehingga ia akan tumbuh dengan sifat feminin. Bagi anak perempuan, figur ayah adalah kebanggaan.

Ia seperti figur hero yang bisa memberikan rasa aman. Ia akan hormat terhadap figur ayah karena ayah dianggap sebagai sosok yang peduli terhadap keluarga.

Ayahlah yang bertanggung jawab mencari nafkah. Akan tetapi, ayah bisa lebih memainkan perannya secara optimal bila tidak hanya sebagai pencari nafkah.

Jauh lebih baik jika ayah juga dekat secara pribadi dengan anaknya. Hal itu akan membuat anak mempunyai kepribadian yang matang.

Mereka akan menjadi pribadi yang percaya diri, pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan bisa menghadapi masalah-masalah kehidupan.

Pengotak-kotakan tugas rumah tangga yang memisahkan pekerjaan ibu dan ayah sebaiknya segera dikikis. Jadi bukan hanya ibu yang harus menyiapkan baju, memasak nasi atau mengasuh anak.

Ayah pun pantas melakukannya jika mampu, jadi ayah bukan hanya bertugas mencari uang. Kontribusi ayah dalam pendidikan dan pengasuhan anaknya memang penting.

Bukan semata karena ingin meringankan tugas ibu, tetapi memang kebutuhan anak juga.

Peran kehadiran sang ayah sangat berarti pada saat anak berusia balita. Ayah yang terlibat dalam proses kelahiran anak, menunggui istri dan bayinya, akan membuahkan hubungan yang cukup erat antara ayah dan anaknya.

Selain terlibat dalam proses kelahiran anak, ayah juga dapat mengembangkan kehangatannya dengan meningkatkan kualitas hubungan ayah dan anak, misalnya dengan keterlibatan ayah dalam menemani anak bermain.

Kegiatan sering mengajak anak berdialog, wisata keluarga, dan aktivitas lainnya akan menjadikan hubungan seorang ayah selalu dekat dengan anak.

Seorang ayah yang baik semestinya menjalin hubungan yang lebih luas dan dalam kepada anak-anaknya. Jangan sampai ada jarak antara ayah dan anak, berapa pun usia anak-anaknya itu.

Hendaknya seorang ayah ikut mengambil bagian dari pembinaan watak anaknya. Ia bisa ikut mengawasi anaknya pada waktu mereka makan, mandi, tidur, berpakaian, berbelanja, dan lainnya.

Seorang ayah sebaiknya menjalankan tugas lebih banyak daripada ibu, terutama dalam hal mengajarkan anak kecakapan fisik, petualangan, kemampuan, dan kepercayaan diri untuk menyuarakan pendapat.

Beberapa ciri seorang ayah yang baik, di antaranya:
  • a. Selalu berada di tengah anak-anak. Bisa di pagi hari sebelum bekerja atau sore, dan malam hari. Juga di akhir minggu.
  • b. Terlibat dalam hidup anak. Diharapkan ayah juga bisa mendidik anak, seperti tugas ibu. Apalagi ibu yang juga sama-sama bekerja. Jadi ketika ibu sedang lelah, ayah bisa menggantikannya.
  • c. Memberi aplaus atau penghargaan atas keberhasilan anak.
  • d. Bisa diandalkan oleh anak.
  • e. Bisa mendengarkan suara hati anak.
  • f. Sangat pengertian dalam konfl ik.
  • g. Bisa membuat kenangan berkesan.
  • h. Menyertakan anak dalam memecahkan masalah keluarga.
  • i. Mendukung istri.
  • j. Mendapat jawaban “ya” jika menanyakan kepada anak apakah ia ingin seperti ayahnya?
  • k. Menyelamatkan anak dari kesulitan atau bahaya.
  • l. Menghibur anak.
  • m. Dapat memperbaiki kesalahan anak

Peran Seorang Ayah dalam Bermain Bersama Anak


Mother as a caregiver and father as a playmate. Artinya ibu sebagai pengasuh dan ayah sebagai teman main.

Jadi ibu lebih banyak memperhatikan aspek fisik dan menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Sedangkan seorang ayah mengambil peran sebagai teman bermain bagi anak.

Seorang ayah mampu menciptakan pengalaman emosi bagi anak. Ia bermain dengan penuh inisiatif. Kadang mengeluarkan bunyi-bunyian atau tepukan berirama untuk mencari perhatian bayinya. Gaya ”heboh” seperti itu bisa membuat bayi mengeksplorasi kehidupan emosinya.

Misalnya ayah berperan sebagai seekor “beruang” besar menakutkan yang sedang “menggigit” bayi kecil yang lucu; si anak malah akan tertawa-tawa saat digelitik sang ayah.

Sensasi yang dirasakan anak adalah sedikit takut, tetapi senang dan bergairah. Pengalaman emosi seperti inilah yang kelak membantunya mengolah emosi sewaktu berhadapan dengan dunia sesungguhnya yang lebih luas.

Jika ayah jarang melakukan aktivitas fisik bersama bayinya, ia akan sulit membangun interaksi dengan anaknya.

Seorang ayah akan menjadi sosok yang asing. Perkembangan bayi pun tidak optimal. Anak yang memiliki banyak waktu bermain bersama ayahnya akan memiliki kematangan yang lebih baik.

Yang perlu diperhatikan para ayah dalam bermain bersama bayinya, hendaklah ayah memahami tahapan perkembangan bayi. Cermati apa yang sudah bisa dilakukan anak dan yang belum bisa dilakukannya. Hindari aktivitas yang bersifat terlalu “maju” karena tidak menghasilkan stimulasi yang optimal.