Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Perpajakan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007.

Hal ini dimaksudkan agar masyarakat wajib pajak dapat dengan mudah memahami per aturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

A. Pengertian-Pengertian

Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah sebagai berikut:

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, irma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1(satu) Tahun Pajak.

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

B. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

Semua wajib pajak yang menganut sistem “self assessment” wajib mendaftarkan diri pajak kantor direktorat Jenderal Pajak yang dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Di samping NPWP, setiap wajib pajak yang berprofesi sebagai pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Terhadap wajib pajak dan pengusaha kena pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan atau pengukuhan PKP secara jabatan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor pokok wajib pajak merupakan tanda pengenal yang wajib dimiliki oleh setiap wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

1. Pengertian NPWP.
Sesuai undang-undang RI No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

2. Fungsi NPWP.
NPWP mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut:
  • Untuk mengetahui identitas wajib pajak.
  • Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi.
  • Untuk dicantumkan dalam keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan.
  • Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP (Surat Setoran Pajak).
  • Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan, seperti dokumen impor, sehingga setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP.
3. Format NPWP.
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Berikut penjelasannya:
  • Dua digit pertama adalah identitas wajib pajak. 
  • Enam digit kedua merupakan nomor registrasi/nomor urut yang diberikan kantor pusat DJP kepada KPP. 
  • Satu digit ketiga diberikan untuk KPP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP. 
  • Tiga digit keempat adalah kode KPP. 
  • Tiga digit terakhir adalah status wajib pajak (tunggal, pusat atau cabang).
4. Pendaftaran dan persyaratan mendapatkan NPWP.
Untuk mendapatkan NPWP, setiap wajib pajak harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak.

Berkaitan dengan pendaftaran NPWP, ada beberapa catatan tentang keadaan wajib pajak antara lain:

a. Bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha yang lokasi usahanya berbeda dengan tempat tinggalnya, maka wajib pajak tersebut wajib mendaftarkan diri ke KPP di dua tempat.

Pertama, mendaftarkan ke KPP yang meliputi tempat tinggalnya. Kedua, mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat dilakukannya usaha.

b. Untuk wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidupnya terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, wajib mendaftarkan diri.

c. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, maka wajib pajak tersebut wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

d. Wajib pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP. Untuk memperoleh NPWP, wajib pajak harus mengisi formulir pendaftaran.

Formulir tersebut disampaikan secara langsung atau dikirim melalui pos. Wajib pajak juga dapat mendaftar secara online melalui www.pajak.go.id.

Setelah registrasi secara online, wajib pajak harus menyampaikan secara langsung atau melalui pos hasil cetak registrasi tersebut untuk mendapatkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

Setiap wajib pajak mempunyai persyaratan yang berbeda-beda untuk mendapatkan NPWP, antara lain:

a). Untuk wajib pajak orang pribadi nonusahawan.
Cukup dengan melampirkan fotokopi KTP/kartu keluarga/SIM/Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimum lurah atau kepala desa bagi orang asing.

b). Untuk wajib pajak orang pribadi usahawan.
  • Fotokopi KTP/kartu keluarga/SIM/Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimum lurah atau kepala desa bagi orang asing. 
  • Fotokopi surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.
c). Untuk wajib pajak badan.
  • Fotokopi akta pendirian. 
  • Fotokopi KTP salah satu pengurus. 
  • Fotokopi surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.
d). Untuk bendaharawan sebagai pemungut atau pemotong.
  • Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
  • Fotokopi tanda bukti dari kTP/kartu keluarga/SIM/Paspor.
e). Apabila wajib pajak pemohon berstatus cabang, maka harus melaporkan fotokopi kartu NPWP atau bukti pendaftaran wajib pajak kantor pusat. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, maka perlu dilengkapi surat kuasa.

5. Syarat menghapus dan mencabut NPWP.
NPWP dapat dicabut atau dihapus. Syarat penghapusan dan pencabutan NPWP adalah sebagi berikut:
  • a. Wajib pajak meninggal dunia, disyaratkan dengan adanya fotokopi akta /laporan kematian dari instansi yang berwenang.
  • b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan disyaratkan dengan adanya surat nikah/akta perkawinan dari catatan sipil.
  • c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak apabila telah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris.
  • d. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akta pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
  • e. Bentuk usaha tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan wajib badan yang dilampiri dokumen yang mendukung BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.
  • f. Wajib pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak.

Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) 

Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dan oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak diberikan NPPKP yaitu nomor yang diberikan kepada pengusaha yang memenuhi syarat sebagai pengusaha kena pajak.

1. Fungsi NPPKP.
NPPKP mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
  • a. Untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya.
  • b. Untuk memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  • c. Untuk mengawasi administrasi perpajakan.
2. Format NPPKP.
Format NPPKP adalah sama dengan format NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

3. Pengukuhan NPPKP.
Wajib pengusaha atau badan harus mengukuhkan usahanya sebagai PKP bila memenuhi syarat sebagai berikut:
  • a. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dengan penjualan di atas Rp 600 juta setahun.
  • b. Pengusaha yang melakukan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai sebesar RP 600 juta setahun.
  • c. Importir.
  • d. Eksportir.
  • e. Pedagang eceran mempunyai omset di atas Rp 600 juta setahun.
  • f. Pabrikan termasuk real estate dan industry estate.
  • g. Indentor.
  • h. Pemegang hak paten atau merek dagang dari barang kena pajak.
  • i. Agen utama/penyalur utama.
  • j. Pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir.
  • k. Showroom mobil dan motor baik baru maupun bekas.
  • l. PT Pos Giro (pengiriman paket dan wesel).
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2

C. Surat Pemberitahuan (SPT)

Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 dijelaskan bahwa surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

SPT dapat dikelompokkan menjadi:

SPT Masa
SPT masa adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang (UU KUP pasal 1 huruf 7 tahun 2007). Singkatnya, SPT masa adalah pajak yang harus dilaporkan melalui SPT masa adalah pajak yang harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan. Jenis pajak yang harus dilaporkan melalui SPT Masa adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, dan PPh pasal 4(2).

SPT Tahunan
SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu jangka waktu satu tahun kalender kecuali jika wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Pada dasarnya SPT Tahunan sama dengan SPT Masa, namun hanya dilaporkan selama satu tahun pajak. Jenis pajak yang dilaporkan SPT Tahunan adalah PPh pasal 21, PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Orang Pribadi karyawan.

1. Kewajiban SPT.
Sehubungan dengan pajak penghasilan, wajib pajak mempunyai kewajiban sebagai berikut:
  • a. Melaporkan SPT Masa (bulanan).
  • b. Melaporkan SPT Tahunan.
  • c. Melakukan pelunasan utang pajak pajak yang tercantum dalam Surat ketetapan Pajak dan Surat Keputusan lainnya.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT).
Bagi wajib pajak PPh Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai berikut:
  • a. Sarana untuk melaporkan.
  • b. Sarana untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
  • c. Sebagai laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
  • d. Sebagai laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak OP atau badan lain dalam satu masa pajak.
  • e. Sebagai laporan penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
  • f. Sebagai laporan harta dan kewajiban.
3. Penyampaian SPT.
Setiap wajib pajak dapat menyampaikan SPT secara langsung atau dimasukkan dalam drop box di tempat-tempat yang telah ditentukan, atau melalui pos secara tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Jika penyampaian SPT melalui pos tercatat maka bukti pengiriman harus disimpan sebagai bukti lapor bagi Wajib Pajak.

4. Batas waktu pelaporan dan penyampaian SPT.
Waktu penyampaian SPT ada batasnya. Berikut adalah batas waktu penyampaian SPT:

a). SPT Masa PPh Pasal 21: batas akhir pelaporan, 20 hari setelah masa pajak berakhir.
b). SPT Masa PPh Pasal 23/26: batas akhir pelaporan, 20 hari setelah masa pajak berakhir.
c). SPT Masa PPh Pasal 23: batas akhir pelaporan, 20 hari setelah masa pajak berakhir.
d). SPT Masa PPN/PPnBM: batas akhir pelaporan, 20 hari setelah masa pajak berakhir.
e). SPT Masa PPh Pasal 22 Badan tertentu: batas akhir pelaporan, 20 hari setelah masa pajak berakhir.
f). SPT Masa PPh Pasal 22 Bendaharawan: batas akhir pelaporan, 14 hari setelah masa pajak berakhir.
g). SPT Masa PPh Pasal 22 Bea Cukai: batas akhir pelaporan, 7 hari setelah masa pajak berakhir.
h). SPT Masa PPN/PPnBM Bea Cukai: batas akhir pelaporan, 7 hari setelah masa pajak berakhir.
i). SPT Tahunan PPh OP: batas akhir pelaporan, 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
j). SPT Tahunan PPh Badan: batas akhir pelaporan, 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
k). SPT Tahunan PPh Pasal 21: batas akhir pelaporan, 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

5. Sanksi Administrasi
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan namun tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh wajib pajak, maka wajib pajak tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000 untuk SPT Masa pajak pertambahan Nilai, sebesar Rp 100.000 untuk SPT masa lainnya, dan sebesar Rp 1.000.000 untuk SPT tahunan Pajak penghasilan Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp 100.000 untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi.

Namun, sanksi tersebut di atas tidak berlaku untuk:
  • a. Wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia.
  • b. Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  • c. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
  • d. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • e. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
  • f. Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
  • g. Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6. Pembetulan SPT.
Wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri. Namun, saat melakukan pembetulan SPT, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut ini:

a. Apabila pembetulan SPT dilakukan sebelum tindakan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak maka persyaratan pembetulan pajak:
  • Menyampaikan persyaratan secara tertulis;
  • Melunasi pajak yang kurang bayar; dan
  • Ditambah dengan sanksi admnistrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar dan dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT.
b. Apabila pembetulan SPT dilakukan sesudah tindakan pemeriksaan, maka persyaratannya:
  • Sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
  • Mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut;
  • Melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang; dan
  • Ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang bayar.

c. Apabila pembetulan SPT terjadi sesudah jangka waktu pembetulan SPT berakhir jika ada kejadian-kejadian:
  • Belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak;
  • Mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sehingga mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil, atau jumlah harta menjadi lebih besar, atau jumlah modal menjadi lebih besar;
  • Melunasi kekurangan pajak yang kurang bayar; dan
  • Ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang bayar.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 3

D. Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat setoran pajak menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, dengan memberikan cap register.

Dalam formulir SSP terdapat kode akun pajak dan jenis setoran yang harus diisi. Ada beberapa kode dan jenis setorannya. Berikut disajikan kode akun yang umum dan biasa dilakukan antara lain:
No Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran Jenis Setoran Keterangan
1 41121 100 PPh 21 Masa Untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor dan tercantum dalam SPT Masa PPh 21
2 41121 200 PPh 21 Tahunan Untuk Pembayaran pajak yang masih harus disetor dan tercantum dalam SPT Tahunan PPh 21
3 41122 100 PPh 22 Masa Untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh 22
4 41124 100 PPh 23 Masa Untuk pembayaran PPh 23 yang harus disetor (selain PPh 23 atas dividen, royalti, bunga dan jasa) yang tercantum dalam SPT PPh Masa 23
5 41125 100 PPh Masa 25/29 OP Untuk pembayaran Masa PPh 25 OP yang terutang
6 41126 100 PPh Masa 25/29 Badan Untuk pembayaran PPh 25 Badan yang terutang